Revolusi Pendidikan 4.0 Kodrat Zaman Kita
Revolusi Pendidikan 4.0 Kodrat Zaman Kita – Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Iwan Syahril dalam Webinar “Arah Pendidikan Indonesia Pasca Pendemi Covid-19", Kamis (21/5/2020) mengatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 membawa kita kepada cara berpikir baru tentang pendidikan.
Iwan meminjam istilah Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara yang berbuyi “Ini adalah kodrat zaman”. Menurut Iwan hal itu dimaksudkan, kodrat zaman dari waktu yang kita tempati bersama-sama sebagai sebuah masyarakat yang memang menuntut kita untuk berpikir ulang, melakukan imajinasi ulang tentang apa yang relevan, apa yang lebih harus difokuskan untuk pendidikan.
“Kemudian juga termasuk masyarakat seperti apa yang ingin kita ciptakan dengan semua kemajuan ilmu pengetahuan dan terutama teknologi informasi dan komunikasi yang luar biasa sekali cepatnya,” jelas Iwan.
Menurut Iwan, dewasa ini, dari 3 Revolusi sebelumnya dunia pendidikan masih stagnan, padahal teknologi informasi yang diharapkan telah ada sejak Revolusi 1.0, Revolusi 2.0 dan Revolusi 3.0. Dia mengatakan, banyak ahli yang melihat bahwa dunia pendidikan paling stagnan terjadi di Revolusi Industri 2.0.
Untuk itu, menurut Iwan, petikan ucapan Ki Hajar Dewantara memang sangat relevan, bahwa Revolusi Industri 4.0 dan perubahan sistem pendidikan merupakan kodrat manusia di era ini.
Revolusi Pendidikan 4.0 Kodrat Zaman Kita
“Kita tahu di pendidikan 4.0 itu new teknologi membawa kepada kemungkinan-kemungkinan baru dengan adanya penemuan di artificial intelligence atau robotik, big data, internet of things. Pada saat yang sama juga kebutuhan belajar pun sekarang jadi berbeda, dengan adanya perkembangan yang sangat disruptif terus menerus, kebutuhan untuk belajar (learn), menghapus pelajaran (unlearn) dan kembali belajar (Relearn) harus terus terjadi,” kata Iwan.
Lalu, sambung Iwan, memang dengan teknologi, usia harapan hidup manusia lebih panjang, artinya mereka lebih produktif, sehingga kemudian sekali lagi menekankan bahwa mereka butuh learn, unlearn dan relearn terus menerus.
“Dalam pemikiran ulang tentang belajar ini, ada beberapa hal yang menjadi menarik bagi saya, pertama pergeseran dari just in case learning ke just in time learning. Belajar Just in Case itu sudah tidak relevan lagi, yang lebih relevan adalah just in time learning. Jadi artinya belajar pas memang lagi butuh, karena kemudian di masa mendatang itu akan berubah lagi,” tuturnya.
Lifelong learning, kata mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pembelajaran tersebut, bukan lagi merupakan sebuah hal yang menjadi sebuah ekstra tapi jadi kebutuhan utama untuk bisa bersaing dan survive.
“Mengutip Alvin Toffler, 'The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn'. Ilustrasi dalam konteks abad 21 itu bukan lagi bisa baca tulis, tapi yang tidak bisa untuk belajar, unlearn, jadi apa yang dipelajari itu di constrate lagi, dan kemudian mempelajari hal yang baru,” kata Dirjen GTK tersebut.
Ini artinya, lebih penting untuk mengetahui kenapa kita butuh sesuatu atau belajar sesuatu dari pada kontennya atau dimana mencari konten, karena konten itu ada dimana-mana.
Dan pembelajaran itu yang lebih didorong adalah berdasarkan yang lebih terpersonalisasi, berdasarkan inquiry-based, problem-based dan project-based learning. Guru lebih berperan sebagai mentor atau pelatih sehingga murid bisa belajar dengan lebih mandiri, dengan menggunakan akses yang ada dan self-regulated learning, atau belajar mandiri atau belajar secara merdeka itu jadi lebih penting untuk bisa menyiapkan anak didik ke arah belajar sepanjang hayat.
Itulah Penjelasan singkat mengenai Revolusi Pendidikan 4.0 Kodrat Zaman Kita , yang dpat admin jelaskan, semoga bermanfaat ya. Terima kasih.
Post a Comment for "Revolusi Pendidikan 4.0 Kodrat Zaman Kita "